TUGAS
RESENSI NOVEL
“Pertemuan
Dua Hati”
Karya
: Nh. Dini
(Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia)
Disusun
oleh
Nama
: Siti Nurjali
Kelas : XI- IPA3
SMA
NEGERI 3 SUMEDANG
Tahun
Ajaran 2013/2014
Judul Resensi
|
Judul
Buku : Pertemuan Dua Hati
Identitas Buku
|
Penerbit
: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun
Terbit : 1986
Pendahuluan
|
Nurhayati
Sri Hardini Siti Nukatin, lahir di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 29
Februari 1936. Dia adalah seorang sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia
yang lebih dikenal dengan nama Nh.Dini. Setamat SMA bagian Sastra (1956), ia
mengikuti Kursus Pramugari Darat GIA Jakarta (1956), dan terakhir mengikuti
Kursus B-I Jurusan Sejarah (1957). Tahun 1957-1960 ia bekerja di GIA Kemayoran,
Jakarta. Setelah menikah dengan Yves Coffin, berturut-turut ia bermukim di
Jepang, Prancis, Amerika Serikat, dan sejak 1980 ia menetap di Jakarta dan
Semarang.
Pada
tahun 1980 an, ia mengarang sebuah novel yang berjudul Pertemuan Dua Hati
dengan tebal 87 halaman. Novel ini sudah mengalami sebelas kali cetakan. Novel
karya Nh. Dini ini bercerita tentang wanita. Namun banyak orang yang
berpendapat, wanita yang dilukiskan Dini terasa “aneh”. Ada pula yang
berpendapat bahwa dia menceritakan dirinya sendiri. Itu penilaian sebagian
orang dari karya-karyanya. Akan tetapi terlepas dari semua penilaian itu, karya
NH Dini adalah karya yang dikagumi. Buku-bukunya banyak dibaca kalangan
cendekiawan dan jadi bahan pembicaraan sebagai karya sastra. Sesuai dengan
karakteristik pada periode 80-an karya sastranya ini mengangkat masalah konsep
kehidupan sosial.
Isi Pernyataan
|
Kisah
dalam Pertemuan Dua Hati ini menceritakan seorang guru di Desa Purwodadi,
namanya Bu Suci. Ia adalah seorang guru yang bijaksana serta sangat mencintai
keluarganya. Ia tinggal bersama suami, ketiga anaknya, dan uwaknya yang menjaga
anak-anaknya. Bu Suci pindah dari Purwodadi ke Semarang. Anak sulungnya sekolah
di Sekolah Dasar yang sama dengan tempat Bu Suci mengajar. Hari pertama
mengajar telah dilalui Bu Suci denagn lancar. Hari kedua dan ketiga pun begitu.
Namun pada hari keempat, Bu Suci merasa ada kejanggalan dalam mengajar.
Ternyata, salah satu murid Bu Suci tidak masukdari hari pertama Bu Suci
mengajar.
Murid
itu bernama Waskito. Waskito adalah seorang murid yang sukar, sehingga ia tidak
disukai oleh teman-temannya di sekolah. Waskito sering membolos, sering
memukuli kawan-kawannya, dan sering membuat onar di kelas/sekolah. Tugas Bu
Suci sangat berat, selain membimbing Waskito ke jalan yang benar, Bu Suci juga
harus merawat anak keduanya yang sakit ayan. Namun, tugas itu dilalui Bu Suci
denagn ikhlas, tabah dan telaten. Sehingga berkat Bu Suci, akhirnya si ”anak
sukar” itu berhasil dibimbing ke arah yang benar. Berkat Bu Suci juga, Wakito
terdaftar ke dalam baris anak-anak yang pandai di kelasnya. Pada akhir tahun
pelajaran, Waskito naik kelas.
Penutup
|
Banyak
sekali amanat yang kita dapat, dan kita petik dari novel ini. Salah satunya
adalah kita harus tabah dan sabar dalam menghadapi persoalan hidup dan jangan
pernah menganggap remeh seseorang dan memandang hanya dari satu sisi buruknya
saja. Apalagi orang tersebut adalah anak didik kita yang harus kita bimbing dan
dididik agar kelak bisa menjadi anggota masyarakat yang semestinya. Oleh sebab
itu, cerita ini sangat bagus untuk dibaca oleh anak-anak, orang tua, dan
kalangan pendidik.
Unsur-unsur
Intrinsik
1.
Tema : Kehidupan Sosial
2.
Tokoh :
-
Bu Suci -
Bapak (Ayahnya Bu Suci)
-
Waskito -
3 anak Bu Suci
-
Suami Bu Suci - Uwak
-
Murid-murid SD kota Semarang -Istri RT7
-
Bu De Waskito - Kakek dan Nenek Waskito
-
Kepala Sekolah -Guru Agama
3.
Penokohan :
Ø Bu
Suci (protagonis) : baik, lembut, penyayang, tanggung jawab, bijaksana, rajin, penurut
kepada orang tuanya, selalu megalah diantara saudara-saudaranya, sabar dan
tabah dalam menghadapi kehidupan, tidak pernah menuntut lebih kepada suaminya,
peduli kepada peserta didiknya,selalu meminta pendapat kepada orang lain setiap
akan mengambil keputusan.
Ø Waskito
(antagonis menjadi protaginis menjelang akhir cerita) : nakal, suka marah-marah
tidak jelas, sering membolos, sering memukuli teman-temannya, pendiam,
selalu meluapkan perasaannya dengan kekerasan/ memberontak, sulit bergaul
dengan teman sekelasnya karena ia ditakuti teman-temannya karena sikapnya yang
keras, sebenarnya ia hanya minta untuk diperhatikan dan sedikit bimbingan.
Ø Suami
Bu Suci (protagonis) : pengertian, tanggung jawab, dan perhatian.
Ø Bu
De Waskito (protagonis) : baik, perhatian pada anak.
Ø Kepala
Sekolah (protagonis) : tegas, berwibawa.
Ø Bapak
(Ayahnya Bu Suci) : tegas dalam mendidik anak.
Ø 3
Anak Bu Suci :- Anak ke-1 perempuan => lembut, cepat mengerti
-
Anak ke-2 laki-laki => diceritakan
mengidap penyakit ayan
-
Anak ke-3 perempuan => masih balita
Ø Uwak : Sabar,
penuh kasih sayang.
Ø Istri
RT :
Ramah
Ø Kakek
dan Nenek Waskito : Penyabar, ramah
Ø Guru
Agama : Baik,
mudah menyesuaikan diri
Ø Murid-murid
SD Semarang : Patuh terhadap guru
4.
Latar :
v Tempat => Rumah Bu Suci, Sekolah Dasar
di Kota Semarang, di rumah RT, Rumah Sakit, Kota Purwodadi, di sepanjang jalan
dari rumah Bu Suci ke SD.
v Waktu => Pagi, siang, sore dan malam
hari.
v Suasana => Sabar, prihatin, kesal, dan di
akhir cerita semuanya merasa senang
5.
Alur :
ð Dilihat dari jalan ceritanya, Novel
berjudul Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini termasuk kedalam alur campuran
(dimana cerita dimulai dari masa dahulu – masa sekarang – kembali ke masa
dahulu – dan seterusnya).
ð Berdasarkan standart kehidupan
berceritanya, Novel ini termasuk alur tertutup, sebab jalan ceritanya sudah
ditentukan dengan jelas oleh pengarang dan tidak memberi kesempatan kepada
pembaca untuk menentukan bagaimana akhir cerita tersebut.
6.
Sudut
pandang : Posisi atau letak pengarang dalam sebuah cerita yang
dikarang atau disampaikan. Novel Pertemuan Dua Hati ini termasuk ke dalam sudut
pandang orang pertama. Ini dapat dilihat dari cara pengarang menggunakan
penyebutan tokoh utama “aku” (sebagai aku-an) di dalam novel.
7.
Amanat : Hendaklah kita bersabar dan tabah
dalam menghadapi persoalan hidup dan jangan pernah menganggap remeh seseorang
dan memandang hanya dari sisi buruknya saja. Dan kepada orang tua janganlah
lupa akan memberikan pengajaran yang baik untuk anaknya.
8.
Gaya Bahasa : Bahasa Jika
dilihat dari gaya berceritanya (style of though), novel ini termasuk kategori
gaya bahasa langsung. Pengarang menceritakan sendiri semua peristiwa-peristiwa
yang terjadi baik pada dirinya sendiri maupun orang lain disekitarnya. Dalam
novel ini juga banyak dipakai kata yang merupakan kata-kata istimewa. Misalnya
: sukar, konon, kelak, sekonyong-konyong. Mengintruksikan tumpuhan, jeng (bu),
dsb. Dalam novel ini juga terdapat gaya bahasa yang bermacam-macam. Gaya bahasa
yang dipakai dalam kutipan itu berkisar antara gaya bahasa Hiperbola (misalnya
: tercekik oleh keharuan,…………..pastilah mulutku akan terloncat cerita peristiwa
dikelas kehadapan rekan-rekanku). Gaya bahasa Metonemia (misalnya: dalam kata
“membuka Hati”)
Unsur-unsur
Ekstrinsik
1. Latar Belakang Kehidupan Pengarang
Pengarang
novel ini bernama Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin (lahir di Semarang, Jawa
Tengah, 29 Februari 1936; umur 74 tahun ) atau lebih dikenal dengan nama N.H.
Dini adalah sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia. Setamat SMA bagian
sastra (1936), mengikuti Kursus Pramugari Daraat GIA Jakarta (1956), dan
terakhir mengikuti Kursus B-I Jurusan Sejarah (1957). Tahun 1957-1960 bekerja
di GIA Kemayoran, Jakarta. Setelah menikah dengan Yves Coffin, berturut-turut
ia bermukim di Jepang, Prancis, Amerika Serikat, dansejak 1980 menetap di
Jakarta dan Semarang. Karyanya : Dua Dunia (1965), hati yang Damai (1961), La
Barka (1977), Namaku Hiroko (1977), Keberangkatran (1977), Sebuah Lorong di
Kotaku (1987), Padang Ilalang di Belakang Rumah (1979), Langit dan Bumi Sahabat
Kami (1979), Sekayu (1981), Amir Hamzah Pangeran dari seberang (1981), Kuncup
Berseri (1982), Tuileries (1982), Segi dan Garis (1983), dan Orang-orang Tran
(1985). Trejemahannya : sampar (karya Albert Camus, La Peste; 1985).
- Sejarah hidup : N.H. Dini dilahirkan dari
pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ulang
tahunnya dirayakan empat tahun sekali. Masa kecilnya penuh larangan. Konon ia
masih berdarah Bugis, sehingga jika keras kepalanya muncul, ibunya acap berujar,
“Nah, darah Bugisnya muncul". N.H. Dini mengaku mulai tertarik menulis
sejak kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan
ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu
semacam pelampiasan hati.
2. Nilai- nilai yang terkandung dalam
novel
v Nilai moral (sikap, perilaku) Salah
satunya terdapat pada halaman 32 alinia I “…kami semua sepakat bahwa anak-anak
tumbuh tidak hanya memerlukan makanan, mereka juga membutuhkan kemesraan,
menginginkan perhatian. Rasa cinta kepada mereka yang diperlihatkan ,
menanamkan benih kekuatan tersendiri……….”
v Nilai Sosial Hubungan antara guru dan murid tidak
terbatas hanya dengan menyampaikan pelajaran yang sudah ditetapkan sesuai
dengan kurikulum, melainkan lebih dari itu harus ada keterikatan batin dan rasa
kasih sayang seperti orang tuanya sendiri. Supaya mampu menciptakan
lulusan-lulusan yang bisa membawa diri sendiri serta mampu bersosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya.
v Nilai Religius Semua yang terjadi pada hidup ini
karena kehendak Alloh SWT. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa dan Alloh SWT
yang menentukannya. Salah satunya terdapat pada alinia ke-5 halaman 71.
“Malamnya aku gelisah. Tidurku sangat terganggu. Dugaanku bermacam-macam.
Barangkali Waskito tidak masuk esok pagi! Atau masuk, membawa pisau, atau
golok, atau senjata lain yang lebih mengerikan guna membalas dendam terhadapku.
Dalam sujudku menghadap Tuhan sebelum dini hari tiba, rasa kerendahan diriku
semakin kutekan. Kami ini manusia sangat hina, kecil dan tak berdaya jika Tuhan
tidak menghendaki keunggulan kami!”
Sinopsis
Bu suci adalah seorang guru di sebuah desa di Purwodadi. Ia adalah seorang
guru yang bijak serta sangat mencintai keluarganya. Namun, karena pekerjaan
suaminya, bu Suci dan keluarganya terpaksa pindah ke kota Semarang. Disana ia
tinggal dengan suami dan ketiga anaknya serta dengan uwaknya yang menjaga
anak-anak bu Suci. Bu Suci mempunyai seorang suami yang sangat pengertian
terhadap keluarganya. Dia selalu mendukung apa saja yang bu Suci lakukan selama
yang dilakukannya itu benar. Ia pun berniat untuk mencari pekerjaan sebagai
guru kembali, karena ia sudah sangat rindu dengan pekerjaannya itu. Hingga
suatu saat ia mengantarkan anaknya ke sekolah dan ia pun mendapat pekerjaan
sebagai seorang guru di sekolah dasar dimana anakanya bersekolah.
Hari pertama mengajar dilalui bu Suci dengan baik. Namun, ia mulai merasa
ada suatu kejanggalan yang terjadi pada kelas tersebut. Sebisa mungkin bu Suci
tidak pernah mencampurkan persoalan pribadi dengan persoalan di dalam
pekerjaannya. Ia berusaha profesional dengan bisa membagi waktu, agar
anak-anaknya tidak pernah merasa kehilangan sosok ibu dalam dirinya.
Hari-hari berikutnya dilalui bu Suci dengan mulus pula, namun sekarang ia
mulai mengerti apa yang mengganjal didalam pikirannya. Seorang murid bernama
Waskito ternyata telah menarik perhatiannya. Setiap kali ditanya tentang murid
tersebut, semua anak seolah terdiam dan tidak ingin memberi jawaban pada bu
Suci. Namun, akhirnya bu Suci pun mendapatkan jawaban atas semua yang terjadi.
Ternyata muridnya yang bernama Waskito tersebut salah satu murid yang nakal,
dan selalu membuat keonaran. Semua murid yang ada dikelas segan pada dia,
mereka takut jika bermasalah dengannya. Menurut cerita yang ada, Waskito
seringkali memukul dan menjahili temannya yang ada di kelas, tanpa sebab apa
pun atau mereka merasa tidak pernah berbuat sesuatu yang membuat Waskito marah.
Entah kenapa bu Suci merasa ada hal yang perlu ia selesaikan dan ia ingin
terlibat jauh pada masalah itu. Dorongan hati yang kuat membuat bu Suci semakin
ingin membantu Waskito menyelesaikan masalahnya.
Sementara itu, anak kedua bu Suci telah di vonis oleh dokter mengidap
penyakit ayan, sehingga kesehatannya perlu dijaga serta ia tidak boleh banyak
beraktivitas. Semua cobaan seolah tengah menghadang pada bu Suci. Disisi lain
ia ingin sekali berada di kelas serta mengetahui perkembangan muridnya yang
nakal tersebut, namun disisi lain ia harus bersusah payah mengantar anaknya ke
rumah sakit untuk berobat.
Akhirnya bu Suci pun mendatangi kediaman kakek dan Nenek Waskito untuk
mendapatkan informasi yang sebanyak mungkin. Ia pun mendapatkan informasi
bahwasannya Waskito sebenarnya merupakan anak yang baik, namun karena perilaku
orang tuanya yang memperlakukannya dengan tidak baik maka ia pun menjadi murid
yang nakal. Neneknya mengatakan bahwa ayahnya seringkali memukul Waskito tanpa
alasan yang jelas jika Waskito melakukan suatu kesalahan tanpa memberikan
pengarahan yang baik, yang seharusnya Waskito perbuat, sementara ibunya selalu
memanjakannya sehingga Waskito tidak pernah tahu mana yang baik dan buruk.
Selama tinggal bersama neneknya ia menjadi anak yang tahu aturan dan menjadi
disiplin, namun setelah orangtuanya memintanya kembali, maka ia kembali menjadi
anak yang nakal dan selalu menjahili teman-temannya.
Bu suci mencoba membantu permasalahn yang dihadapi oleh Waskito. Seringkali
ia memperhatikan semua perilaku Waskito, dan ia perlahan mencoba mendekati
Waskito. Ia meminta Waskito untuk mengantar makanan pada anak keduanya yang
sakit tersebut. Bu suci mencoba menggambarkan pada Waskito bahwa ia masih
beruntung diberi kesehatan sehingga ia tidak perlu melakukan sesuatu yang tidak
berguna untuk hidupnya. Bu Suci juga memberi kepercayaan pada Waskito untuk
membuat sesuatu, hingga pekerjaan yang dilakukan Waskito dan kelompoknya
mendapat penghargaan dari teman-temannya. Waskito dibuat ada keberadaannya oleh
bu Suci. Selama ini semua murid yang ada di kelas menganggap Waskito hanya
sebagai biang onar dan keributan sehingga keberadaanyya tidak diinginkan dan
dibutuhkan. Namun, sekarang bu Suci mencoba membuat semua hal tersebut musnah.
Kini Waskito tinggal bersama bibinya, sehingga sedikit demi sedikit ia
mulai mendapatkan pelajaran tentang sebuah kasih sayang. Terutama dari keluarga
bibinya, yang selalu rukun meskipun keadaan ekonomi mereka sulit. Bahkan mereka
kadangkali harus berbagi makanan. Namun Waskito senang tinggal di sana.
Lantaran di sana ia mendapat pengajaran tentang sopan santun dan kasih sayang.
Ibu Suci merasa lega dengan semua perubahan yang mulai Waskito tunjukkan.
Namun suatu hari ia kembali mengamuk lantaran ada seorang yang menghina
tanaman yang ia tanam, padahal maksud temannya tersebut hanya sekedar gurauan
belaka. Waskito sampai membawa Cutter yang di acuhkan keudara, namun dengan
berani bu Suci merampas Cutter tersebut dari tangan tersebut saat Waskito
lengah. Tanpa memikirkan sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Entah kenapa
ia yakin bahwa Wasktito tidak akan sanggup untuk menggunakan senjata tajam
tersebut. Semua guru di sekloah tersebut sepakat untuk mengeluarkan Waskito
dari sekolah karena sikap Waskito sudah keterlaluan. Namun bu Suci dengan
segenap hati meminta agar diberi waktu untuk membimbing Waskito, jika ia gagal
jabatannya sebagai guru rela jika harus di cabut. Ia pun menekankan kepada
Waskito bahwa Bu Suci percaya bahwa Waskito akan merubah sikapnya karena selain
ia yang harus pindah, jabatan bu Suci sebagai guru juga dipertaruhkan untuknya.
Sejak saat itu bu Suci dan Waskito semakin dekat dan akhirnya sedikit demi
sedikit Waskito mau berbagi cerita dan mau untuk mnerima nasihat bu Suci. Akhir
semester Waskito naik kelas dan keluarganya sangat berterimakasih karena mereka
tidak menyangka bahwa Waskito dapat merubah sikapnya dan dapat pula naik kelas.
Waskito dan keluarga bu Suci pun berlibur ke desa mereka di Purwodadi sesuai
dengan janjinya kepada Waskito. Sejak bertemu dengan Waskito bu Suci merasa
hatinya telah dipertemukan dengan hati Waskito dan sejak saat itu pula
keprofesionalisme yang bu Suci gunakan dalam memisahkan urusan pekerjaan dan
rumah tangga tak beralu lagi semenjak kedatangan Waskito.
aku cinta kamu sellalu muahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh sabar y meski jarak menghalang kita bertemu tpi disitulah aku belajar mncintai kamu apa adanya
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskakak idenya bagus , itu ngarang sendiri ya??
BalasHapusHow to Get the $200 welcome bonus at DraftKings
BalasHapusDraftKings has its own casino app that allows you to claim a 리턴벳 $200 no deposit 문페이 bonus bonus after completing 예스 벳 88 your winwinbet first deposit. The site 더킹사이트 is licensed
Paddy Power Casino - Mapyro
BalasHapusPlace your bets at 서산 출장마사지 Paddy Power Casino, 포항 출장마사지 located in It's a big slot machine! 밀양 출장마사지 If you're not familiar with the game 부산광역 출장안마 or want to start playing, you'll have 구미 출장샵 to find it